Rabu, 26 September 2012

Sang Penguasa Jalanan


Pukul tiga subuh. Suasana yang begitu dingin, sunyi akan pekatnya malam. Di antara jejeran rumah, suara mobil terdengar menderu-deru menandakan pengemudinya siap berangkat. Menorobos gelap dan dinginnya malam ketika orang lain masih terlelap dalam tidurnya. Sepanjang Jalan Manunggal, hanya dia yang terjaga. Terjaga akan tugasnya. Menuju pelosok pedesaan menjemput para pelanggan serta barang bawaannya menuju ke pasar. Memenuhi ruang mobil tidak hanya dengan penumpang, tetapi juga berkarung-karung sayur mayur. Tidak jarang hanya dia sendiri yang menaikkan lalu menyusunnya dengan rapi ke dalam ruang mobil yang sempit. Bahkan tidak jarang pula atap mobil pun dijadikan alas jika ruangan telah penuh sesak. Sesampai di pasar kemudian membongkar muatannya kembali lalu pulang ke "surga"nya menunaikan solat subuh dan berisitirahat sejenak melepas lelah.

Pukul enam pagi, ia kembali memacu mobilnya menyusuri jalan-jalan kota menuju pedesaan mencari penumpang, susul-menyusul dengan rekan-rekan seprofesi. Itulah keseharian yang ia lakoni. Pengemudi yang melintasi jalan berliku-liku, penuh tanjakan, menaik-turunkan penumpang, bergelut dengan asap kendaraan dan debu jalanan, panas dan teriknya waktu siang serta dinginnya waktu malam. Bahkan ketika sakit sekalipun.

Ibarat kantor, setir adalah penanya; jalanan adalah meja kerjanya; panas, asap dan debu jalanan adalah sejuk dan dinginnya hawa ruangan ber-AC. Semua ia lakoni demi sebuah pengharapan dan cita-cita. Agar kehidupan anak-anaknya kelak lebih baik dibanding dirinya. Prestise sebagai seorang ayah dan kepala keluarga. Ketika melihat anaknya tumbuh dewasa menuai sukses melalui pendidikan hasil dari kerja kerasnya. Ia tahu, impiannya bukan sekedar mimpi, dan harapannya bukan sekedar hasrat.

Betapa letih dan lelah ia bekerja seharian, namun tak pernah terlontar sedikitpun dari ucapannya kata letih dan berkeluh-kesah mengemban amanah dan memikul tanggungjawab. Betapa bersyukurnya ia ketika memperoleh pendapatan berlebih pada hari itu dan betapa bersabarnya ia ketika memperoleh kurang dari itu. Mempersembahkan rezeki yang halal bagi keluarganya, dan mempersembahkan abdi yang tulus kepada tuhannya.

Dia...Sang Penguasa Jalanan...
Dia...Ayahku...

Ya Rabb, ampunilah dosaku dan kedua orangtuaku. Sayangilah dan kasihilah mereka sebagaimana mereka menyayangi dan mengasihiku sewaktu kecil. Amin...