Jumat, 28 September 2018

Hari ke - 19 : School Visit

Dibagi menjadi 2 kelompok. Saya satu kelompok dengan Eswatini, Sudan Selatan, Fiji, Yaman dan Laos. Kami berenam menuju salah satu sekolah yang menempuh waktu sekitar 40 menit. Sementara teman yang lain juga dalam satu kelompok mengunjungi sekolah lain yang menempuh jarak 2 jam. 



Kamisatsunai Primary School. Begitu nama sekolah yang disampaikan kepada kami sehari sebelum keberangkatan. Penanggungjawab kegiatan juga telah mengingatkan kami agar segera menyelesaikan kartu perkenalan diri yang akan disampaikan ke siswa, serta permainan rakyat dari salah satu peserta. Setelah berdiskusi, kami sepakat untuk memainkan permainan musang dan ayam dan akan kami mainkan juga di sana nanti.

Kami diterima oleh seorang wanita paruh baya, menyambut kami dengan hangat. Beliau adalah kepala sekolah Kamisatsunai Primary School. Sebelum memasuki gedung sekolah, kami mengganti sepatu dengan sepatu indoor yang telah kami bawa dari Jica Obihiro. Ternyata, anak-anak di sekolah ini memiliki 2 pasang sepatu, sepasang dipakai ketika berada di luar gedung sekolah, dan sepasang lagi dipakai khusus dalam gedung. Jadi lantainya tetap bersih walaupun menggunakan sepatu karena hanya khusus dalam gedung. 

Kami lalu dipersilahkan memasuki ruang kepala sekolah, dan dijamu dengan macca (teh hijau). Penyajiannya pun menggunakan mangkuk, khusus untuk teh hijau. Setelah bubuk teh hijau dimasukkan ke dalam mangkuk, kemudian diaduk menggunakan alat khusus hingga berbusa. Rasanya..hmmm..teh hijau..

Tidak mau murid terlalu lama menunggu, kami lalu bergegas menuju ruang aula. Ruangan ini cukup luas, terdapat panggung dan lantainya telah diberi garis  yang menandakan juga sebagai gelanggang olahraga. Sesuai jadwal, setelah kata sambutan dari kepala sekolah serta perwakilan JICA, kami kemudian memperkenalkan diri masing-masing, menggunakan bahasa ibu setiap negara serta menggunakan bahasa Jepang. Untung saja saya sudah punya contekan apa yang akan disampaikan dalam bahasa Jepang 😁. Setelah perkenalan, anak-anak lalu berbaris dan mendatangi kami untuk memberikan kartu perkenalan diri mereka yang tertera nama, serta kesukaan setiap murid. Ada beberapa anak yang fasih memperkenalkan diri mereka menggunakan bahasa Inggris. Sepertinya mereka telah lama latihan untuk itu.

Tetapi ada salah satu murid, ketika memberikan kartunya kepada saya tidak mampu berkata sepatah pun. Hanya tertegun berdiri di hadapan saya lalu memberikan kartunya. Entah karena dia takjub melihat saya menggunakan pakaian adat Sulawesi Selatan lengkap dengan pattonro (topi), atau takut menghadapi seorang pria berkumis, berjanggut, dan berpakaian tidak biasa. Sempat ragu juga menghadapi anak ini, jangan sampai tiba-tiba menangis karena takut. Alhamdulillah, tidak sampai nangis..

Saya hitung ada 14 kartu. Berarti memang benar sekolah ini hanya memiliki 14 orang siswa. Dengan gedung sebesar ini, jumlah siswanya sangat sedikit. Ketika saya kabarkan ke istri tentang jumlah siswanya, istri saya menebak pasti sulit masuk ke sekolah itu, karena hanya menerima 14 siswa. Tetapi sebenarnya tidak, inilah salah satu kendala utama yang dihadapi Jepang saat ini. Pengurangan jumlah penduduk. Banyak warga Jepang sekarang tidak ingin memiliki anak. Sebagai imbas, warga lanjut usia lebih banyak saya temui dibandingkan dengan anak-anak. Dan yang cukup mencengangkan, banyak warga yang lebih memilih punya hewan peliharaan dibanding punya anak. 

Selesai perkenalan, kami lalu diajak bermain "Oni". Di dalam aula, kami harus melewati 2 orang anak yang berada di tengah-tengah aula. Mereka bertindak sebagai oni, atau penjaga. Kami harus melewati mereka tanpa disentuh menuju sisi lain aula. Jika disentuh, kami juga akan bertindak sebagai oni hingga tidak ada satu orang pun tersisa. Gantian, kami lagi yang memperkenalkan permainan musang dan ayam dan mengajak mereka bermain. 


Permainan tidak berlangsung lama, karena masih ada agenda lain yang harus dijalani. Menari! Anak-anak membawakan tarian Yosakoi Solan, salah satu tarian tradisi Hokkaido. Semua anak berpartisipasi dalam tarian ini dan mereka juga telah latihan jauh hari sebelumnya. Setelah menari, kami ber enam juga diajak menari lagi bersama mereka. Tariannya sebenarnya tidak terlalu sulit, cuman agak susah..Apalagi saya memakai sarung, dan tariannya cukup lincah, sambil loncat-loncat.


Saatnya acara penutupan..kami sebagai tamu di sekolah ini memberikan ucapan terima kasih karena penyambutan yang hangat dari pihak sekolah serta anak-anak yang telah membuat banyak persiapan untuk bertemu dengan kami. Salah satu anak juga menyampaikan terima kasih karena sekolah mereka sangat jarang menerima tamu apalagi yang berasal dari negara lain. Ah..anak-anak di sekolah ini mengingatkanku dengan kedua buah hatiku..ibunya juga..😊 Miss u all..😘




Tidak ada komentar: