Selasa, 11 September 2018

Hari ke-2. Dari Tokyo Tower hingga Takeshita Street

Apa ada acara resmi selama kami di Tokyo pak? Tanyaku ke desk office JICA.
No, you're free..jawabnya..

Mendengar tidak ada kegiatan, teman dari Nepal langsung menyampaikan kepada saya. Hari ini kita musti jalan. Saya ingin ke Tokyo Tower, katanya mantap..Berhubung hari ini adalah hari terakhir kami di Tokyo, dan besok pagi kami akan berangkat menuju Obihiro di Hokkaido. Teman dari Laos pun mengiyakan.


Tokyo Tower
Segera buka Google map..cari petunjuk arah dari JICA Tokyo menuju Tokyo Tower. Ternyata menggunakan kereta api dengan berpindah jalur. Hanya saja harus berjalan kaki menuju ke stasiun terdekat, yaitu Yoyogi-Uehara station. Jaraknya hampir 1 km. Harus jalan. Tidak ada sepeda, apalagi yang ada motornya.. Yang ada hanya tekad..
dan Google Map..hehe

Oh, iya..sedikit saya bahas mengapa saya bisa internetan padahal di luar negeri. Sebelumnya, JICA Makassar sudah menginfokan bahwa untuk mendapatkan akses internet di luar negeri bisa membelinya dari aplikasi Trave***a. Coba buka, memang ada. Terdapat beberapa pilihan tergantung kebutuhan. Saya memilih waktu itu paket 5GB, selama 30 hari. Sempat was-was jangan sampai sudah daftar tapi begitu sampai di Jepang tidak bisa digunakan. Alhamdulillah, bisa. Dari awal saya sudah tebak, sepertinya akses internet ini pasti akan berguna.

Sesampai di stasiun tujuan, masih harus berjalan lagi menuju Tokyo Tower. Mengapa banyak pejalan kaki di Jepang? Memang karena salah satu penyebabnya adalah tidak ada akses langsung ke tempat tujuan. Harus jalan. Kecuali naik taksi, atau uber. Tapi di antara semua moda transportasi, kereta merupakan yang termurah. Cukup banyak wisatawan datang ke tempat ini. Di lapangan parkir saja begitu banyak bis berukuran besar terparkir. Ada 2 tingkatan untuk naik ke Tokyo Tower. Main Deck (tinggi 150 m) dan Top Deck (tinggi 250 m). Saya dimana? Hanya memandangi kedua tingkatan tersebut dari bawah. Soalnya cukup mahal untuk naik ke atas sana. Butuh hampir 400ribu rupiah. Kedua teman juga mengiyakan, memang mahal. Apalagi tujuan utama kami ke sini memang bukan untuk berwisata, tapi untuk belajar.
Belajar berwisata karena dapat free time.. :P
Zojojii Temple

Toilet umum samping
Zojoji Temple
Tidak jauh dari Tokyo Tower, terdapat Zojoji Temple. Kuil ini berukuran cukup besar dengan kawasan yang luas di kota Tokyo yang dikelilingi dengan gedung2 tinggi. Sempat kebelet, saya mencari toilet umum yang berada dekat dengan kuil tersebut.
Koq toiletnya gelap? Begitu saya masuk, lampu otomatis menyala. Ternyata menggunakan sensor gerak..apabila tidak ada orang, lampunya mati sendiri.
Saran saya ketika masuk toilet pake sensor gerak, sering-seringlah bergerak ketika BAB, jika tidak mau mati lampu..wkwkwk
Toilet umum tapi sangat bersih, tidak hanya lampu, wastafel dan dispenser sabunnya juga menggunakan sensor. Tanpa keran!
Tidak ada juga tanda kencing seribu, BAB dua ribu :D
Ah..jadi teringat pengalaman dulu waktu selesai kencing diteriaki karena lupa bayar..


Selesai dari sini, rencana selanjutnya. Menuju Shibuya Crossing. Katanya disana merupakan tempat pejalan kaki tersibuk di Kota Tokyo. Lagi-lagi menggunakan kereta..dan bermodalkan Google Map tentunya. Begitu keluar dari stasiun bawah tanah di Shibuya station, langsung saja kami berhadapan dengan begitu banyak orang. Tidak hanya orang Jepang, non jepang juga banyak. Seolah-olah mau demo. Stasiun tempat kami keluar memang langsung berhadapan dengan Shibuya Crossing. Perempatan dengan zebra cross yang luas. Saya tau ini Shibuya Crossing karena begitu bersiap-siap menyeberang, ada begitu banyak orang yang merekam momen ketika menyeberang jalan.
Jika suatu tempat terkenal karena ada suatu festival atau spot yang indah nan menawan. Tapi di Shibuya Crossing? Hanya menyeberang jalan. Sepele tapi hal itulah yang membuatnya sangat terkenal. Begitu banyak orang, begitu sibuk..
Ketika lampu merah bagi pejalan kaki, jalan itu kembali di lalui oleh kendaraan. Setelah itu, orang2 menyeberang lagi. Begitu seterusnya...tetapi tidak pernah sepi dari pejalan kaki.
On your mark...Ready...

Go!!!
Satu hal yang saya perhatikan, orang Jepang tidak mau menyeberang jika lampu hijau bagi pejalan kaki belum menyala. Padahal sebelumnya ada suatu jalan yang sepi sempat saya lewati, tidak ada kendaraan sama sekali yang melintas. Lebar jalannya pun tidak seluas Shibuya Crossing. Tapi karena masih lampu merah, tidak ada satu pun orang yang mau menyeberang. Salut!
Dan masih ada beberapa hal lagi yang saya perhatikan. Sepanjang jalan, saya tidak pernah menemukan 1 pun puntung rokok..Begitu pun polisi lalu lintas, apalagi polisi tidur..Tidak ada!

Takeshita street
Hari mulai gelap. Masih ada satu tempat lagi yang ingin kami kunjungi. Takeshita Street yang berada di Harajuku. Pakai kereta lagi. Di sana merupakan tempat wisata belanja fashion bagi kawula muda dengan panjang jalan 350m dan tidak bisa dilalui kendaraan mulai jam 11 pagi hingga 6 sore. Konon, dari sinilah awal mula Harajuku Style. Pakaian serba warna warni dengan beragam pernak pernik menempel di tubuh. Saya gak bisa bayangkan apa yang akan dikatakan anak istri saya jika saya berpakaian seperti itu..

Setelah itu, kami bertiga kembali ke JICA Tokyo Center. Masih ada satu hal lagi yang saya perhatikan ketika perjalanan pulang menggunakan kereta. Tidak ada satu pun petugas karcis yang mengawasi..apakah orang yang melewati pintu masuk stasiun menggunakan e-tiket mereka atau tidak.

Sekilas info lagi:
Tentang tiket kereta, ada 2 tipe. Yaitu e-tiket dan konvensional. E-tiket, cukup menempelkan kartu atau hape di sensor tiket. Hampir semua orang jepang menggunakannya.
Nah, untuk yang konvensional, harus membeli tiket di loket. Mereka adalah:
1. orang2 tua yang masih suka menggunakan tiket fisik
2. wisatawan yang belum memiliki e-tiket
3. kami bertiga

Jika mau curang, tidak perlu membeli tiket. Cukup lewati saja, karena toh tidak ada petugas yang mengawasi. Tetapi orang Jepang tidak mau melakukannya. Mengapa? Karena malu.
Malu jika menggunakan kereta jika tidak bayar.
Apalagi sampai mengambil hak orang lain alias Korupsi..
Tidak ada petugas karcis

Jika malu adalah sebagian dari iman, maka orang Jepanglah yang telah melakukannya...

Malu yuk!


Bonus foto...Para mantan jomblo







Tidak ada komentar: