Jumat, 14 September 2018

Hari ke-5 : Presentation

Hari ini semua peserta memberikan presentasi tentang negara masing-masing. Dimulai dari negara Eswatini, Fiji, Georgia, Ghana, Indonesia, Jamaica, Laos, Myanmar, Nepal, South Sudan, dan diakhiri dengan Yaman. Setiap peserta memberikan informasi tentang negara dan organisasi mereka, memaparkan tentang kelebihan, kekurangan, peluang serta ancaman yang dihadapi. Juga tentang strategi apa yang akan diterapkan sesuai dengan kelebihan setiap negara peserta. Dan terakhir pemaparan tentang apa yang ingin dipelajari dan didapatkan di Jepang.



Setiap peserta hanya diberi waktu selama 20 menit. 15 menit pemaparan, lalu 5 menit dilanjutkan dengan diskusi. Mulai pukul 9 pagi dan selesai pukul 5 sore. Selama diskusi, ada beberapa hal yang menjadi perbincangan hangat dan menjadi bahan diskusi selanjutnya selama kegiatan pelatihan berlangsung.

KEPERCAYAAN (Trust)

Beberapa negara menerapkan tarif bunga yang cukup tinggi bagi para petani maupun usaha yang ingin  mendapatkan pinjaman modal dari bank. Bahkan ada yang bunga nya mencapai 30%! Bandingkan dengan kita di Indonesia, antara 6-12%. Mengapa tarif bunga bisa begitu tinggi? Masalah KEPERCAYAAN. Peserta asal Ghana menjelaskan, tarif bunga bank tinggi karena banyak kasus dimana para nasabah setelah mendapatkan pinjaman, mereka tidak bersungguh-sungguh dan berupaya untuk mengembalikan pinjaman yang mereka terima. Trainer program, Shinichi-san sempat memberikan informasi tentang tingkat suku bunga yang diterapkan di Jepang..Mau tau berapa? Hanya 1%! Sekali lagi masalah kepercayaan. Orang Jepang setelah menerima pinjaman, mereka akan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mengembalikan pinjaman tersebut.

THE MIDDLEMAN

Saya sempat bertanya-tanya, siapa middleman ini..Ternyata tengkulak! Hal ini juga sempat menjadi perhatian para peserta. Sebenarnya tengkulak ini memang dibutuhkan para petani. Karena mereka yang membeli hasil pertanian baik itu sayuran, komoditi seperti beras, kakao, dan lain-lain. Mereka juga yang kadang-kadang datang menjemput hasil pertanian petani kemudian membawanya langsung ke pasar. Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika hasil pertanian itu ditangani tidak hanya oleh 1 tengkulak. Tapi beberapa. Berpindah dari tengkulak, ke tengkulak yang lain. Seharusnya petani menerima dengan harga tinggi, akhirnya harganya menjadi rendah karena harus melewati beberapa tengkulak hingga akhirnya hasil pertanian baru sampai ke pasar, ke tangan konsumen.
Yang menarik, peserta asal Ghana menganggap hal tersebut bukan merupakan suatu masalah. Tetapi malah sebagai suatu peluang untuk membuka lapangan pekerjaan, karena di Ghana cukup banyak orang yang berprofesi sebagai tengkulak.
Shinichi-san kembali mengeluarkan rubik dari dalam tasnya. Dia mengatakan bahwa situasi ini seperti rubik. Ada yang melihatnya dari sisi kanan, ada pula yang melihatnya dari sisi kiri.

KOPERASI PERTANIAN

Menjawab tantangan yang banyak dihadapi petani, maka Koperasi Pertanian bisa menjadi salah satu solusi. Koperasi Pertanian (Koptan) memberikan pinjaman kepada setiap anggota apabila mereka membutuhkan bantuan modal. Koptan yang memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada para anggotanya tentang bagaimana meningkatkan hasil produk pertanian mereka. Koptan yang memberikan bantuan berupa benih, pupuk hingga bahan-bahan yang diperlukan. Koptan yang membeli hasil pertanian para petani. Koptan juga lah yang mengemas lalu memasarkan hasil pertanian ke beberapa toko besar atau menjualnya di toko koperasi mereka sendiri.
Idealnya seperti itu. Dan inilah praktek yang dilaksanakan di Jepang.
Koperasi pertanian memegang peranan penting di sini. Karena mulai dari penanaman hingga pemasaran, semua ditangani oleh Koperasi.

Peserta asal Georgia dan Nepal sempat menjelaskan juga tentang Koperasi Pertanian mereka. Di Georgia, banyak orang yang tidak ingin menjadi anggota koperasi karena mereka tidak percaya sepenuhnya kepada koperasi. Untuk itu, pemerintah Georgia berupaya untuk memberikan contoh koperasi yang berhasil membina para anggotanya sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap koperasi semakin baik.

Jika ada pertanyaan, bagaimana struktur koperasi di Indonesia? Peserta asal Nepal telah menjelaskan struktur koperasi mereka yang dapat dianggap sama persis dengan Indonesia. Ada Dekopin (Dewan Koperasi Indonesia) pada tingkat pusat, Dekopinwil (wilayah) pada tingkat provinsi hingga Dekopinda (daerah) pada tingkat kabupaten/kota. Dekopin di Nepal memiliki pengaruh penting terhadap koperasi di Nepal. Terdapat beberapa koperasi yang telah memiliki produk sendiri, seperti National Bee Cooperative (Koperasi penghasil madu) dan Koperasi yang memproduksi teh. Dia juga sempat memberikan kami oleh2 dari Nepal berupa teh yang merupakan produk Koperasi.

Teh produk Koperasi Nepal


PRODUK HALAL

Selesai memberikan presentasi, Shinichi-san sempat tertarik dengan tanda yang tertera di salah satu produk UKM yang saya bawa. TANDA HALAL. Saya kemudian menjelaskan karena Indonesia merupakan negara muslim, maka HALAL menjadi wajib bagi makanan yang dijual di Indonesia. Sebagian peserta bingung mengapa ada yang Halal, ada juga non-Halal. Karena hampir seluruh peserta non-muslim. Saya cukup menjelaskan, bahwa selama tidak ada larangan dalam Al-Qura'an, maka itu Halal. Ada larangan, maka non-Halal.

**

Di sela istirahat, peserta asal Eswatini mendatangi saya "I like your clothes", katanya. Dia sangat tertarik dengan corak batik yang saya kenakan.

Jika orang luar saja suka dengan batik..apalagi kita..😊






Peserta asal Georgia

Peserta asal Fiji 

Peserta asal Eswatini

Peserta asal Jamaica

Tidak ada komentar: