Rabu, 12 September 2018

Hari ke-3, Welcome to Tokachi, Obihiro

Pukul 10.
Kami sudah diperingatkan sebelumnya agar kumpul di lobby karena akan berangkat menuju bandara Haneda ke bandara Tokachi, Obihiro. Penerbangan memakan waktu selama hampir 2 jam.


Terowongan penjang menuju bandara
Setelah naik mobil, sopirnya mengatakan kepada kami, perjalanan dari JICA Center menuju bandara akan memakan waktu selama 30 menit. Berangkat tepat pukul 10. Sempat melewati terowongan yang sangat panjang. Kemungkinan lebih dari 10km. Sama sekali tanpa kemacetan. Dan benar saja, kami tiba tepat pukul 10.30. Saya curiga sang sopir diam2 melihat terus jam yang ada di mobil agar benar2 tiba tepat waktu.

suasana ruang tunggu
Kami dibagi beberapa kelompok, dengan waktu keberangkatan yang juga berbeda-beda setiap kelompok. Setelah cek-in, kami lalu masuk ke ruang tunggu bandara domestik. Ruangannya luas. Kursi sangat banyak dan dilengkapi dengan charging slot. Ada sesuatu yang saya rasakan sangat berbeda ketika berada di ruang tunggu. Suasana begitu hening, begitu tenang. Ada beberapa orang yang mengobrol tapi dengan suara yang mungkin sengaja dipelankan. Masing-masing orang sibuk dengan kegiatan mereka sendiri. Ada yang lihat hape, lihat buku, ngobrol, ada pula yang sibuk kiri kanan pergi foto-foto situasi. Jangan tanya siapa dia..hehe

Pemandangan dari
jendela pesawat
Sesuai jadwal, kami pun berangkat menuju Obihiro. Sebelum mendarat, saya sempat memfoto pemandangan spektakuler yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Tidak ada gedung2 tinggi. Yang ada hanya hamparan ladang pertanian berwarna-warni..tersusun sangat rapi. Saya mengira hamparan tersebut adalah sawah, tetapi sebenarnya lahan untuk berbagai macam sayuran, jagung, kentang, dan masih banyak lagi.

Kami lalu menuju ke JICA Obihiro yang memakan waktu hampir 1 jam dari bandara. Masih pakai taksi. Ongkosnya jauh lebih mengerikan dibanding sebelumnya. Hampir 10 ribu yen = 1,3 juta rupiah. Sepanjang perjalanan, masih terlihat dengan jelas aspal yang baru saja ditambal akibat gempa. Sebelumnya, Hokkaido mengalami gempa bumi yang cukup kuat. Saking hebatnya guncangan gempa, pulau Hokkaido yang merupakan pulau terbesar kedua di Jepang sempat mengalami pemadaman listrik dan tanpa air selama 2 hari.

Ada satu hal juga yang saya perhatikan selama di perjalanan. Tidak satu pun petani di daerah ini menggunakan cangkul atau membajak tanah menggunakan hand tractor. Semuanya menggunakan mobil traktor yang ukurannya cukup besar. Bagaimana tidak, satu petak lahan pertanian ukurannya hampir menyerupai lapangan sepakbola. Memanen kentang juga tidak dicabut manual, tetapi menggunakan mesin traktor.

Petani menggunakan mobil traktor untuk menggarap tanah
Setelah tiba di JICA Hokkaido, agenda resmi pertama kami di sini adalah mendapatkan briefing dari penanggungjawab kegiatan. Mr. Shinkawa selaku kepala Kantor JICA Obihiro sempat menjelaskan tentang gempa yang telah terjadi di Hokkaido. Seperti telah digambarkan sebelumnya, listrik dan air sempat mati total. Tanpa air dan listrik, otomatis kegiatan pertanian akan terganggu. Hokkaido mensuplai hasil pertanian hampir ke seluruh Jepang. Jika tidak segera ditangani, orang-orang di daerah lain di Jepang tidak bisa menikmati kripik kentang. Mengapa? Karena semua kentang berasal dari sini.

Di sinilah semua peserta berkumpul. Dari rencana sebelumnya ada 15 negara, tetapi yang hadir 12 orang dari negara berbeda. Hanya ada 2 peserta wanita, berasal dari Georgia dan Yaman. Selebihnya dari Loos, Nepal, Myanmar, Jamaica, Ghana, Micronesia, dan masih ada beberapa orang lagi yang belum sempat berkenalan dengan mereka.
Pilihan menu dengan tampilan fisik

Nasigoren
Waktu makan malam tiba. Di depan ruang makan, telah tersusun beragam menu yang disimpan dalam lemari kaca. Jika biasanya kita hanya diberikan berupa menu berupa nama, harga disertai gambar, tetapi menu disini juga menampilkan bentuk fisik menu yang akan kami pilih. Saya masih belum tau bagaimana cara mereka membuatnya. Berbahan plastik, tapi sekilas sangat mirip. Alhamdulillah, mereka telah menyediakan menu halal di tempat ini. Mata saya langsung tertuju pada salah satu menu, namanya unik. NASI GOREN...

Cara menawarkan menu seperti ini mungkin bisa menjadi contoh unik. Pelanggan memilih menu dengan melihat bentuk fisik sesuai dengan aslinya. Dan setiap menu telah diberikan angka sebagai kode, mulai dari angka 1 dan seterusnya. Telah tersedia kepingan yang telah diberi nomor, ambil, lalu bawa ke kasir. Kasir kemudian akan menyampaikan pesanan melalui mikrofon yang langsung didengar oleh bagian dapur untuk membuat masakan sesuai pesanan.
Jika di menu hanya ada foto, kita tidak bisa memastikan bagaimana ukuran sebenarnya. Pernah, saya memesan makanan, mi kuah kalo tidak salah. Begitu datang, hampir saya bilangi ke mbak nya, Mbak, bukan mangkok ini..tapi baskom. Besar sekali.

Setelah makan malam, observasi sebentar ke beberapa ruangan  yang terdapat di JICA Center Obihiro. Berikut beberapa fotonya..
Ruangan musik
Recreation room
Laundry room
Sabun cuci gratis diberikan oleh JICA. Unik..
Bagian dapur, dapat pesan dari orang Malaysia yang
telah pulang ke negara mereka

Hari-hari kedepan akan banyak dihabiskan di ruang kelas.
Dan kita akan mulai belajar besok, InsyaAllah...















Tidak ada komentar: