Minggu, 16 September 2018

Hari ke 7 : Obihiro Centennial Museum


Layaknya anak sekolah, hari ini kami libur. Sejak kemarin sudah menyusun rencana bersama teman-teman senasib sepenanggungan akan kemana kami hari ini. Sejak kemarin saya sudah memberi saran untuk pergi ke museum, namanya Obihiro Centennial Museum. Sebenarnya ada beberapa rekan yang ingin jalan-jalan ke pusat kota Obihiro, tetapi informasi yang saya dapat disana hanya ada tempat belanja. Kalau tempat belanja juga sih banyak di Indonesia, apalagi harga-harga barang disini bikin tepok jidat.


Jalur bersepeda dan pejalan kaki
Oh, iya..sedikit info tentang kota Obihiro, kota ini adalah kota yang lurus. Hampir keseluruhan jalan umum di kota ini lurus-lurus. Jika di Indonesia ada banyak Al*a dan Indo***et, disini ada banyak seven eleven. Hampir di setiap ruas jalan ada. Jumlah supermarket juga sangat banyak, padahal sebenarnya kota ini cukup kecil. Suasananya sangat tenang, adem, dan tidak ada klakson terdengar dari kendaraan. Sepertinya sudah menjadi kebudayaan disini, apabila kita ingin menyeberang jalan yang tidak memiliki lampu merah, mobil tidak ada yang mau maju jika pejalan kaki/pesepeda sudah menyeberang. Sambil menyeberang, mereka agak menunduk (sebagai tanda hormat) karena telah diberi jalan, dan sempat saya lirik orang ada dalam mobil, juga ikut menunduk. Pantas saja instruktur kami, Shinichi san sempat mengatakan kepada kami dia tidak ingin pindah dari kota ini. Padahal sebelumnya dia sudah bekerja di Tokyo.

Pencet dulu baru menyeberang
Transportasi sebenarnya menjadi kendala bagi kami disini jika ingin pergi dengan jarak yang jauh. Untungnya, JICA Obihiro telah menyediakan sepeda bagi para peserta training jika ingin pergi keluar. Syaratnya, harus pakai helm. Jadi lah kami ber enam pergi mengunjungi museum tersebut. Jaraknya hampir 5 km, waktu tempuh sekitar 40 menit. Cukup melelahkan. Tujuan kami sudah dekat. Hanya tinggal menyeberang jalan. Maklum, karena di negeri orang, kami harus mematuhi peraturan juga disini. Tidak boleh menyeberang jika belum lampu hijau. Hampir 5 menit..koq lampu hijau ini belum menyala..Teman-teman yang lain sempat berpikiran jangan-jangan lampu merah nya rusak ini...Rekan yang berasal dari Vietnam yang sedari tadi tidak banyak berbicara tiba-tiba datang mendekati tiang yang ada lampu merahnya.."I think we should press this button", katanya...Kami pun baru menyadari ternyata jika ingin menyeberang, harus menekan tombol tersebut. Mungkin karena jalan ini pertigaan, bukan perempatan.

Benar saja...Lampu kemudian berubah hijau. Kami sudah sempat dongkol menunggu kapan ini lampu hijau, ternyata harus tekan tombol. Hadeuh! Semua rekan yang lain tertawa..Hampir saja rencana kami batal gara-gara lampu merah!

Memasuki ruang museum, kami langsung disambut dengan patung Mammoth dengan ukuran yang cukup besar. Hanya disayangkan, informasi yang ada di museum ini semua menggunakan bahasa Jepang. Dapat dikatakan, museum ini menggambarkan tentang sejarah Tokachi. Mulai dari zaman prasejarah dengan beberapa fosil dinosaurus, hingga perkembangan pertanian mereka yang dimulai menggunakan alat-alat sangat sederhana hingga sekarang menggunakan teknologi canggih.


Miniatur rumah kuno Tokachi
Beberapa fauna Tokachi
Menggunakan kuda untuk membajak ladang





Harus saya akui, negara kita memang ketinggalan jauh dari Jepang. Sejak tahun 1800-an, peralatan pertanian mereka memang sudah maju. Jadi tidak heran jika sekarang teknologi yang mereka pakai jauh berkembang dibanding dulu. Di museum ini juga memberikan informasi tentang fauna yang ada di Tokachi. Semuanya menggunakan patung. Saya masih penasaran, itu benaran patung atau memang hewan asli yang diawetkan. Sangat detil!

Setelah berkeliling, kami pun keluar mengitari taman yang ada di samping museum. Taman ini ukurannya sangat luas, bahkan dapat dikatakan seperti hutan kota. Dilengkapi danau dan lapangan yang sangat luas, mungkin seukuran lapangan Karebosi di Makassar. Tetapi yang sangat mengesankan adalah, sepanjang mata memandang, tanah tidak nampak sedikit pun. Semuanya hijau ditutupi rumput. Banyak penduduk lokal yang sekedar berjalan mengitari taman sambil membawa binatang peliharaan mereka, ada yang jogging, ada juga yang piknik.

Kepenatan kami terbayar setelah mengunjugi lokasi ini...

Hijau sepanjang mata memandang
Jalan setapak taman
Dilengkapi danau 

Indonesia, Micronesia, Sudan Selatan, Fiji, Laos, Vietnam

Tidak ada komentar: